Memori buruk Pilkada Medan

Kilas balik gagal kepemimpinan Walikota Medan 2005-2015

Pilpres dan pileg baru saja usai, banyak catatan yang perlu dievaluasi bersama untuk kemajuan berdemokrasi. Namun tahapan pemilu kepala daerah serantak telah terjadwal, pesta demokrasi lokal sudah menunggu didepan mata. Pilkada serentak tahun 2020 -sebagai bagian tahapan menuju pemilu serentak nasional- akan diikuti oleh 23 Kabupaten/kota di Sumatera Utara, dan Kota Medan adalah salah satunya.

Namun semacam ada kegagapan ketika berbicara tentang siapa yang akan menjadi walikota Medan selanjutnya. Sulit sekali menyebut satu nama yang ideal menjadi pemimpin kota ini. Dalam kesempata mengikuti beberapa diskusi dan obrolan santai dengan para tokoh dan warga, yang muncul adalah nama-nama dengan (dugaan) kecenderungan menang, bukan atau belum mengarah pada nama yang memiliki visi dan integritas. Nama-nama yang disebutkan punya kans menang itupun didasarkan pada modal materi, petahana, dan populisme identitas.

Jika berhenti pada parameter seperti itu, kota Medan lagi-lagi akan mendapatkan walikota dengan kualitas medioker. Kita masih akan sulit untuk mengejar ketertinggalan dari kota-kota besar lain seperti Surabaya dan Bandung misalnya. Di Medan kita mungkin punya banyak ketua, tetapi kita defisit kepemimpinan yang berintegritas.  

Indikasinya sudah tampak dari pilkada terakhir kota medan tahun 2015. Warga Medan yang tidak menggunakan hak pilihnya mencapai 74.44 %. Dengan angka golput setinggi itu, artinya masyarakat sudah mengambil sikap bahwa nama yang diusung oleh koalisi partai-partai politik untuk menjadi calon walikota dan wakil walikota Medan sama-sekali tidak menarik. Dan ini adalah kegagalan partai-partai politik. 

Ada dua fungsi parpol yang tidak berjalan dalam kasus ini; agregasi kepentingan dan rekrutmen politik. Terbukti keinginan mayoritas pemilih (74.44%) berbeda dengan keinginan koalisi parpol pengusung Eldin-Akhyar (PDIP, Golkar, PAN, NasDem, PBB, PKPI, PKS, PPP) dan pengusung Ramadhan Pohan-Edi (Demokrat, Gerindra, Hanura). Gemuknya koalisi yang mengusung Eldin-Akhyar menjadi preseden buruk mandegnya rekrutmen politik parpol. Alih-alih mempersiapkan kader sebagai tokoh dan mengusungnya, parpol-parpol ini memposisikan diri hanya sebagai perahu sewaan bagi siapa yang mau membayar untuk mengikuti pilkada.

Namun apatisme pemilih pada pilkada 2015 terjadi bukan tanpa sebab-sebab yang mendahuluinya. Justru  pilkada 2015 adalah puncak kekecewaan warga Medan terhadap kondisi politik dan teladan kepemimpinan di kota ini. Kegagalan kepemimpinan walikota-walikota sebelumnya memberikan kontribusi besar pada apatisme politik warga Medan.

Pilkada langsung pertama kota Medan dilaksanakan pada tahun 2005, Abdillah-Ramli (diusung oleh Golkar, PDIP, PAN, PPP, PBR, PDS, Demokrat, Patriot Pancasila) terpilih dari lawannya pasangan Maulana Pohan –Sigit (diusung oleh PKS). Baru sekitar dua tahun pemerintahan berjalan, Abdillah kemudian ditetapkan sebagai tersangka korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran. Ia kemudian ditahan pada Januari 2008, tidak sendirian, tapi bersama-sama wakilnya Ramli, karena kasus korupsi yang sama.

Sejak ditetapkan sebagai tersangka dan kemudian ditahannya walikota Medan dan wakilnya secara bersamaan, Medan kemudian dipimpin oleh beberapa pelaksana tugas dari kalangan birokrat yakni Afifudin Lubis dan Rahudman Harahap sejak Mei 2007 sampai akhir periode tahun 2010.

Pada pilkada 2010 Rahudman Harahap yang sebelumnya menjadi pelaksana tugas walikota, ikut mencalonkan diri menjadi walikota berpasangan dengan T. Dzulmi Eldin, bersama 9 pasangan calon lainnya. Pilkada Medan 2010 memang fenomenal secara jumlah dan latar belakang kontestan yang beragam. Ada 10 pasangan calon, baik yang diusung oleh partai atau dari jalur independen.

Kontestasi berjalan seru hingga dua putaran, karena pada putaran pertama tidak ada yang mencapai kemenangan 30%, sesuai peraturan pada waktu itu digelar putaran kedua yang diikuti oleh dua pasangan calon teratas yaitu; Rahudman Hrp-T. Dzulmi Eldin (22.20%) dan pasangan Sofyan Tan-Nelly Armayanti (20.72%).

Namun pertarungan yang menarik ini menemui anti-klimaksnya ketika pada putaran kedua isu SARA mulai dimainkan (Sofyan Tan merupakan Non Muslim dan keturunan Tionghoa). Disinilah pertama kali surat Al-Maidah ayat 51 secara massif digunakan dan disebarkan dikalangan pemilih muslim (lalu booming lagi pada pilgub DKI Jakarta 2017). Pada saat itu intens terjadi kampanye dengan tema jangan pilih pemimpin non muslim di pengajian ibu-ibu dan ceramah di masjid-masjid. Rahudman-Eldin kemudian menang telak pada pilkada Medan 2010 (65.88%)

Tapi lagi-lagi hasil dari pilihan suci itu mengecewakan, Rahudman kemudian tersangkut kasus korupsi, Medan kembali mengalami kekosongan Walikota. Kejadian yang berulang-ulang tertangkapnya walikota Medan dan kekosongan kedudukan walikota inilah yang menjadikan kota medan sering disebut sebagai kota autopilot. Warga Medan hampir terbiasa dengan ‘ketidakhadiran’ walikotanya. Ada atau tidak ada walikota, Medan tetap berjalan, kehidupan ekonomi dan pemerintahan sekalipun tidak lumpuh. Namun dampak jangka panjangnya, telah terjadi ketidakpercayaan pada birokrasi dan proses politik lokal di kota Medan. Kondisi inilah yang kemudian membawa Medan sekarang pada krisis kepemimpinan.

Pilkada 2020 adalah harapan, kita ingin kota ini tetap menjadi mercusuar metropolitan di barat Indonesia. Kota yang paling strategis secara ekonomi dan politik di pulau Sumatera ini sudah saatnya dipimpin oleh tokoh yang memiliki integritas tinggi dan visi yang tajam.

Pada Pilkada 2020 nanti sudah seharusnya seluruh pemangku kepentingan dengan bijak dapat menahan diri untuk tidak mengejar keuntungan elektoral semata. Partai politik diharapkan mampu memunculkan kader-kadernya yang berkualitas dan membentuk koalisi yang strategis mengusung tokoh pembaharu. Warga pemilih juga diharapkan dapat menggunakan hak pilihnya dengan tujuan mendapatkan pemimpin terbaik tanpa terpolarisasi lagi dukungan pilpres kemarin. Dengan bagitu paling tidak kita sudah berusaha menghadirkan iklim berdemokrasi yang baik sebagai contoh kedepan bagi generasi selanjutnya.

photo credit: RMOL
Iklan